Tentang Dikhianati


“Apakah bijak berpijak pada sesuatu yang telah retak?”

Disinilah aku sekarang. Jatuh di lubang yang sama entah setelah kali yang keberapa. Mungkin aku terlalu bodoh untuk menghitungnya. Kenyataannya adalah, ya. Baahkan aku jauh lebih bodoh dengan mencoba berdiri setelah jatuh lagi, lagi dan lagi. Cuma keledai bodoh yang jatuh dua kali ke lubang yang sama. Tertawalah, kini aku bahkan lebih bodoh daripada keledai itu.

Apakah berharap dicintai sepenuh hati terlalu berlebihan?

Pelukan hangatmu itu candu, yang selalu membuatku terlena. Pelukan hangatmu itu selalu menumbuhkan imajinasiku. Imajinasi tentang akulah satu-satunya di sudut hatimu itu. Namun sekarang aku telah menyadarinya, kalau aku bukan satu-satunya disana. Ego dan nafsumu mungkin yang menemaniku disana. Itu menyakitkan, menyadari bahwa selama ini aku selalu mengingatmu disaat kau sedang mengingat yang lain. Lain kali, jika aku sedang melamun, sadarkan aku ya. Aku takut berimajinasi terlalu jauh lagi.

Selama ini aku pikir aku berdiri di suatu tempat yang mengamankanku. Ternyata, alih-alih berdiri di sebuat padang rumput yang teduh, aku malah berdiri di tepi jurang tertinggi. Mungkinkah hanya tinggal menunggu waktu hingga aku terdorong jatuh lagi dari sini, olehmu? Mau lari pun aku tak mampu, tampaknya cinta yang membuatku tetap berdiri disini.

Cinta. Sesuatu yang aku kenal selalu membuat hatiku lebam sendiri. Sebentuk perasaan yang selalu, selalu dan selalu terbalas dengan luka. Aku sayang kamu. Tapi kenapa rasa sayang ini tampaknya tak terbalaskan? Jadi disinilah aku sekarang, didalam hatiku sendiri. Di depanku tepat berdiri kamu, dan didepanmu aku bangun tembok itu. Harapanku, semoga kamu tak akan meloncati tembok ini dan masuk ke hatiku lebih jauh lagi. Betapa aku ingin memberikan hatiku seluas-luasnya. Tapi mengertilah, aku sudah terlalu lelah terluka.

Aku memaafkanmu, sungguh. Tapi mungkin aku tak akan pernah melupakan ini. Jadi kumohon mengertilah jika aku berubah.

Dan kamu, bagaimana dengan hatimu? Apa mungkin aku telah menjadi beban di sudut itu?

Jika kau mau menyambutku disana, bisakah aku meminta satu permohonan? Tidak, aku tidak akan memintamu untuk membuatku selalu tertawa. Tapi bisakah, kumohon, untuk tidak membuatku menangis lagi?

Jika permintaan itu terlalu sulit, maka maafkanlah segala kekuranganku, maafkan ketidaksempurnaanku. Tapi ketahuilah, aku sedang dijalan menuju kesana, menjadi seperti yang kamu mau.

Aku sungguh tak ingin menjadi beban di sudut hatimu itu. Pergilah, kalau memang itu bahagiamu, maka aku pun ikut berbahagia untukmu.

“Namun ketahuilah sebelum aku sudah tak lagi mencintaimu, ini darahku mengalir membawa bayang-bayangmu, mengelilingi tubuhku, dan jantungku berdenting demi kau menari-nari di pikiranku.
Ada satu hal yang sampai hari ini masih masih membuat aku bangga menjadi aku, yaitu karena aku mampu terima kamu apa adanya.
Aku meminta ampun kepada Tuhan, sebab aku pernah berharap kalau suatu saat, ketika angin menghempasku hilang dari daya ingatmu, aku ingin tidak lagi menginjak bumi. Sebab hidup terasa bagaikan dinding yang dingin.
Aku harus menjadi paku. Kamu yang bagai lukisan dan cinta itu palunya. Memukul aku, memukul aku, dan memukul aku sampai aku benar-benar menancap kuat.”


Hei, bisakah kamu jaga keledai bodoh itu supaya ia tidak jatuh lagi ke lubang yang sama, lagi?

Komentar

  1. Masa lalu,

    sering membuat kita melupakan apa yang terjadi setelahnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pergi Umroh bersama PergiUmroh.com